Selasa, 10 Februari 2015

ASBABUN NUZUL

Haloo sobat tercinta, mau tau asal asul tentang turunnya al-Qur’an, oke kita simak pada berikut ini. Selamat membaca J

Daftar Isi :
1.      Definisi  Asbabun Nuzul.
2.      Fungsi dari Asbabun Nuzul.
3.      Faidah dan hikmah Asbabun Nuzul.
4.      Jenis-jenis riwayat asbabun nuzul
5.      Pandangan ulama tentang Asbabun Nuzul.

Definisi Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul merupakan berasal dari kata “asbab” dan “al-nuzul”. Asbab merupakan bentuk plural dari sabab yang mempunyai arti dari hakiki yang menunjukkan kepada sesuatu yang dengannya dicapai sebuah tujuan dan maksud-maksudnya. Sedangkan al-nuzul terbagi menjadi menjadi dua makna yaitu dari kata ينزل نزل yang artinya turun secara berangsur-angsur, sedangkan makna yang kedua itu dari kata ينزل انزل yang artinya menurunkan. Asbabun nuzul secara umum diartikan sebagai firman Allah SWT yang dimiliki kemukjizatan yang diturunkan kepada nabinya yang terakhir yaitu nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang ditulis pada mushaf diriwayatkan sampai kepada kita secara mutawatir.
Menurut pendapat Shubhi Sholih, asbabun nuzul ialah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-qur’an (ayat-ayat terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum disaat peristiwa itu terjadi)1.  Sedangkan menurut Az-Zarqani, asbabun nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayat Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi2.

1.       Subhi al-Shalih, Mabahist fi ‘Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Qalam li al-Malayyin, Bairut, 1988, hlm.132
2.       Muhammad ‘Abd Az-‘Azhim Az-Zarqani, Manhil Al-Irfan, Dar Al-Fikr, Bairut, t.t., Jilid I, hlm. 106

Kendatipun redaksi-redaksi pendefinisian diatas sedikit berbeda, semuanya menyimpulkan bahwa asbabun nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangiturunnya ayat al-qur’an. Ayat al-qur’an tersebut dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian-kejadian tersebut. Asbabun nuzul merupakan sejarah yang dapat di pakai untuk memberikan keterangan-keterangan terhadap lembaran-lembaran dan memberinya kontek dalam memahami perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan sejarah ini hanya melingkupi peristiwa pada masa al-qur’an masih turun (‘Ashr At-Tanzil).

Bentuk-bentuk yang melatarbelakangi turunnya al-qur’an itu sangat beragam, diantaranya : konflik sosial seperti ketegangan yang terjadi antara suku Aus dan suku Khaazraj, kesalahan besar seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami sholat dalam keadaan mabuk, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat kepada nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang, atau yang akan terjadi.

Fungsi Asbabun Nuzul
Asbabun nuzul mempunyai arti penting dalam menafsirkan al-Qur’an. Seseorang tidak akan mencapai pengertian yang baik jika tidak memahami riwayat asbabun nuzul suatu ayat.

Fungsi memahami asbabun nuzul antara lain sebagai berikut :

a.  Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum, tanpa membedakan etnik dan agama. Jika dianalisa secara cermat, proses penetapan hukum berlangsung secara manusiawi, seperti penghapusan minuman keras.
b.  Mengetahui asbabun nuzul membantu memberikan kejelasan terhadap beberapa ayat.
c. Pengetahuan asbabun nuzul dapat mengkhususkan hukum terbatas pada sebab, terutama ulama yang menganut kaidah “sabab khusus” .
d.  Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati untuk orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab-akibat (musabbab), hukum peristiwa, pelaku, dan tempat merupakan melakukan satu jalinan yang bisa mengikat hati.
e. Yang paling penting ialah asbabun nuzul dapat membantu memahami apakah suatu ayat berlaku umum atau berlaku khusus, selanjutnya dalam hal apa ayat itu diterapkan,

Cara mengetahui asbabun nuzul
Asbab al-Nuzul diketahui melalui riwayat yang di sandarkan kepada nabi muhammad Saw. Tetapi tidak semua riwayat yang di sandarkan kepadanya dapat di pegang ialah riwayat yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana di tetapkan pada ahli hadits. Secara khusus asbabun nuzul ialah riwayat dari orang yang terlibat dan mengalami peristiwa yang di riwayatkannya (yaitu padasaat wahyu di turunkan). Riwayat yang berasal dari para tabi’in yang tidak merujuk pada rasulullah dan para sahabatnya, dianggap lemah (dhaif). Adapun untuk menegetahui turunya ayat al-qur’an adalah dengan menukil informasi yang di riwayatkan oleh para sahabat yang hidup sezaman rasulullah saw.

Jenis-jenis riwayat asbabun nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu ). sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil. Disisi lain ada pebedaan jenis riwayat tentang asbabun nuzul, riwayat-riwayat asbabun nuzul dapat digolongkan dalam dua katagori, yaitu riwayat-riwayat pasti dan tegas dan di riwayatkan yang tidak pasti(mukmin). Kategori pertama, para periwayat dengan tegas menunjukkan bahwa peristiwa yang diriwayatkan berkaitan erat dengan asbabun nuzul misalnya ibn ’abbas meriwayatkan tentang turunya Q.s.Al-Nisa’/4:59. Sedangkan kategori kedua (mukmin) periwayat tidak menceritakan dengan jelas bahwa peristiwa yang di riwayatkan berkaitan erat dengan asbabun nuzul, tapi hanya menjelaskan kemungkinan-kemungkinannya, misalnya riwayat urwah tentang kasus zubair yang bertengkar dengan seseorang dari kalangan anshar, karena masalahnya aliran air (irigasi) di Al-harra.

Pandangan ulama tentang asbabun nuzul    
Jumhur ulama berpendapat bahwa ayat-ayat yang diturunkan berdasarkan sebab khusus tetapi diungkapkan dalam bentuk lafal umum, maka yang dijadikan pegangan adalah lafal umum. Sebagai contoh turunnya Qs. Al-Maidah (5) : 38 “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Ayat ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang dilakukan seseorang pada masa nabi. Tetpi ayat ini menggunakan lafal ‘am, yaitu isim mufrod yang di takrikan dengan alif lam (al) jinsiyyah. Mayoritas ulama memahami ayat tersebut berlaku umum, tidak hanya tertuju kepada yang menjadi sebab turunnya ayat.
Sebagian kecil ulama mempunyai sisi pandang lain. Mereka perpegang pada kaidah kedua dengan alasan bahwa kalau yang dimaksud tuhan adalah kaidah lafal ini, bukan untuk menjeasskan suatu peristiwa atau sebab khusus, mengapa tuhan menunda penjelasan-penjelasan-Nya hingga terjadinya peristiwa tersebut.
Berbeda dengan pendapat mayoritas ulama yang menolak pendapat kedua dengan alasan  bahwa lafal umum adalah kalimat baru,dan hukum yang terkandung didalamnya bukan merupakan hubungan kausal dengan peristiwa yang melatar belakanginya.Bagi kelompok ulama ini kedudukan asbabun nuzul tidak terlalu penting.Sebaliknya minoritas ulama menekankan pentingnya riwayat asbabun nuzul dengan memberikan contoh tentang Qs.Al-Bqarah (2):115 “Dan kepunyaan Allah-Lah timur dan barat,maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatnya) lagi Maha Pengetahui”  
Jika hanya berpegang kepada redaksi ayat, maka hukum yang dipahami dari ayat tersebut ialah tidak wajib menghadap kiblat pada waktu sholat, baik dalam keadaan musaffir atau tidak. pemahaman seperti ini jelas keliru karena bertentangan dengan dalil lain dan ijma para ulama .Akan tetapi dengan memperhatikan asbabun nuzul ayat tersebut, maka dipahami bahwa ayat itu bukan ditunjukkan kepada orang orang yang berada pada kondisi biasa atau bebas, tetapi kepada orang orang yang karena sebab tertentu tidak dapat menentukan arah kiblat.
Kaidah kedua terasa lebih kontekstual, tetapi prsoalannya adalah tidak semua ayat ayat Al-Qur’an mempunyai asbabun nuzul. ayat ayat yang mempunyai asbabun nuzul jumlahnya sangat terbatas. sebagian diantaranya tidak sahih, ditambah lagi satu ayat kadang mempunyai dua atau lebih asbabun  nuzul.

Apabila ini ada tulisan atau kata2 yang kurang berkenan dihati para sobat sekalian, mohon ma'af dan silakan beri komen yang membangun agar bisa menjadi lebih baik. Sekian terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid, Ramli.1994.ulumul qur’an.Jakarta:Rajawali
DR. Rosihon Anwar, M.Ag.ulum al-quran,Bandung: Pustaka Setia, 2008, hal. 65
Ahmad Syadali dan Ahmad Rifa’i, Ulumul Qur’an I, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 89

Subhi Shalih, Mabahits fi ‘Ulumul Qur’an, Dar al-Qalam li Al-Malayyin, Beirut, 1988, hlm. 132.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar