MAKALAH
KONSEP ISLAM TENTANG MORAL
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah
Pengembangan Pengantar Studi
Islam.
Dosen Pengampu :
M. Ikram,M.Si
Di susun oleh kelompok 11 :
1. Mariyatul Qibtiyah (083143161)
2. Nunung Intan Akhadiyah (083143175)
3. Putri Arumsari (083143189)
4. Diki Dwi Kurniawan (083143192)
KEMENTRIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
NOVEMBER
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam adalah
agama yang hadir untuk menyampaikan segala ajaran yang baik dan bermoral di
muka bumi ini.Di dalam makalah ini terdapat pembahasan mengenai etika sosial
dalam islam dan moral. Tema tentang Etika dan Moral menjadi bahasan penting
dalam wacana pemikiran filsafat kontemporer. Namun, pembicaraan tentang etika
kurang begitu berkembang dalam Islam. Justru yang berkembang adalah kajian
tentang moralitas melalui sudut pandang fiqih Islam. Moralitas yang menjadi obyek
kajian etika Islam masih berbicara seputar etika secara individual, yaitu
bagaimana memperbaiki diri dan kepribadian dalam bertutur kata, bersikap, dan
berbuat. Sedang etika sosialnya masih kurang mendapat tempat yang luas dalam
kajian Islam. Sebagai agama terakhir, Islam diketahui memiliki karakteristik
yang khas dibandingkan dengan agama-agama yang datang sebelumnya. Melalui
berbagai liberatur yang berbicara tentang Islam dapat dijumpai uraian mengenai
penger tian agama Islam, sumber, dan ruang lingkup ajarannya serta cara untuk
memahaminya.
Islam sebagai
agama moral sudah kaya akan konsep-konsep, baik terkait dengan ketuhanan maupun
kemanusiaan, konsep relasi yang sehat secara vertikal dan horizontal, seperti
konsep tauhid, keadilan, persamaan, toleransi, sampai yang terkait dengan
kebersihan. Konsep-konsep ini diturunkan dan disyariatkan adalah sebagai ajaran
moral demi terciptanya relasi yang sakral vertikal antara manusia dengan
Tuhannya dan relasi harmonis, dinamis, dan konstruktif fungsional horizontal
yang duniawi antara manusia dengan manusia, serta dengan makhluk di seluruh.
Melalui
tulisan ini kami mengajak kita semua untuk kembali memahami dengan seksama
pesan-pesan inti agama, yaitu pesan moral, dan kemudian menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Dengan kata lain
kita hanya mementingkan sisi formalitasnya saja tanpa menerapkan sisi
spiritualnya. Tujuan akhir dari transformasi ajaran moral agama Islam ini
adalah praktik sosial dalam masyarakat, baik dalam ekonomi, sosial, budaya dan
sebagainya agar tercipta masyarakat yang aman dan tentram.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pengertian moral dalam konsep islam?
2.
Apa
saja faktor-faktor penyebab turunya moral dikalangan masyarakat?
3.
Apa
saja solusi untuk menanggulangi moral yang rusak?
4.
Bagaimana
perwujudan moral dalam kehidupan?
5.
Bagaimana
hubungan ahklak/moral dengan kehidupan beragama?
C.Tujuan Makalah
1.
Memenuhi
tugas mata kuliah Pengantar Study Islam.
2.
Mengetahui
arti moral dalam konsep islam, faktor-faktor penyebab turunya moral, serta cara
menumbuhkan moral yang sudah mulai terkikis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Moral dalam Konsep Islam
Moral dalam
Islam identik dengan akhlak. Di mana kata akhlak berasal dari bahasa Arab,
bentuk jama’ dari kata “khulk”, khulk di dalam kamus al-Munjid
berarti budi pekerti atau perangai.
Di dalam
kitab “Ihya’ Ulumaldin”, karya Imam al Ghozali diungkapkan bahwa:
الخلق
اراة عن هيئة في الفغس وامخه عنها بصدر الانفعال سهوله ويسر من غير حاجة الفقر
ورؤية
“Al-khulk
ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan perimbangan” (Al-Ghazali,
Ihya’ Ulumaldin, Vol, III:56)
Jadi
pada hakekatnya akhlak (budi pekerti) ialah suatu kondisi atau sifat yang telah
meresap dalam jiwa dan telah menjadi kepribadian, hingga dari situ timbul
berbagai macam perbuatan dengan cara mudah dan spontan tanpa dibuat dan tanpa
memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan
terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi
pekerti yang mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka
disebutlah budi pekerti yang tercela.
Selain
itu juga disyari’atkan, bahwa suatu perbuatan dapat dinilai baik jika timbulnya
perbuatan itu dengan mudah sebagai suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran.
Mengenai syari’at tersebut, Asmara AS menegaskan bahwa dalam menetapkan suatu
perbuatan, itu lahir dalam kehendak dan disengaja sehingga dapat nilai baik
atau buruk ada dua syarat yang perlu diperhatikan (Asmara,1994:11).
1. Situasi
memungkinkan adanya pilihan (bukan karena paksaan) adanya kemauan bebas,
sehingga tidak dilakukan dengan sengaja.
2. Tahu apa
yang dilakukan yakni mengenai nilai baik buruknya.
Suatu perbuatan
dapat dikatakan baik atau buruk manakala memenuhi syarat-syarat di atas. Dalam
Islam, faktor kesengajaan merupakan penentu tingkah laku dalam penetapan nilai
tingkah laku/tindakan seseorang. Seorang muslim tidak berdosa karena melanggar
syari’at, jika ia tidak tahu bahwa ia berbuat salah menurut hukum Islam.
B.
Faktor-Faktor
Yang Menyebabkan Turunya Moral di Masyarakat.
Masalah
moralitas masyrakat Indonesia baik itu usia remaja hingga dewasa, sekarang ini
sudah menjadi problema umum dan merupakan pertanyaan yang belum ada jawabannya.
Seperti mengapa para remaja kita sudah mengkonsumsi obat-obatan terlarang?
mengapa para remaja kita dengan bebasnya bergau dengan lawan jenis tanpa
merasa risih dan malu? megapa para pemiimpin di negeri kita sugguh mudah tersinggung,
dan tidak malu juga mempertontonkan pertengkaran di muka umum? Mengapa begitu
banyak para pemimpin ini tidak merasa malu mengambil hak-hak orang kecil,
seperti melakuka korupsi?. Pertanyaan-pertanyaan seperti yang telah dikemukakan
meruapakan sederetan kecil dari masalah moral yang masih belum bisa
hadapi.
Ketika
berbicara tentang moral, kita perlu tahu bahwa hal ini erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat itu sendiri. Perilaku masyarakat yang menyimpang dari
aturan yang seharusnya membuat moral bangsa kita semakin buruk di mata negara
lain. Kemerosotan moral ini bukanlah suatu hal yang bisa dibanggakan karena hal
itulah yang membuat negara kita tampak kurang berwibawa di dunia internasional.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kemerosotan moral bangsa Indonesia dan
hal itu perlu diketahui sehingga kita mampu menemukan solusi yang terbaik dan
membantu dalam penyelesaian masalah tersebut.
1. Penyalalah
gunaan sebagian ajaran moral
Tidak
diragukan lagi bahwa sebagian ajaran moral telah dan masih terus akan
disalahgunakan dalam berbagai bentuk dan cara. Mereka yang telah dirasuki
ketamakan, terutama apabila mempunyai kekuatan dan pengaruh, tidak akan
ragu-ragu dalam memakai segala cara untuk mencapai tujuannya. Penelitian
ilmiah, terlepas dari kebenaran landasannya, terkadang di[ergunakan untuk
melakukan penindasan, tirani, menyiksa kelas buruh.
2. Penyalahgunaan
Konsep-Konsep Moral
Sama hal
nya dengan ajaran moral, konsep-konsep dari moral pun disalahgunakan.
Seringkali ditemui, kemerdekaan ditindas atas nama kemerdekaan, dan
ketidakadilan diterapkan atas nama keadilan dan persamaan. Setiap hal yang baik
dan bermamfaat bisa disalahgunakan. Meskipun demikian, bagaimanapun nama
keadilan itu disalahgunakan tidak akan sama halnya dengan ketidakadila itu sendiri.
Keduanya tetap berbeda. Demikian juga, bagaimanapun nama kemerdekaan
disalahterapkan, tetapi kemerdekaan sejati tidak akan sama dengan perbudakan.
Jadi
tidak diragukan lagi ajaran Islam telah dieksploitasi untuk tujuan pribadi dan
kelompok tertentu. Tetapi tidak berarti bahwa ajaran-ajaran tersebut palsu atau
rancu. Sebaliknya, keadaan tersebut menuntut kewaspadaan sebagian masyarakat
agar ajaran tersebut tdak rusak, dan nilai-nilainya tidak disalahgunakan.
3. Masuknya
Budaya Westernisasi (budaya kebarat-baratan)
Masuknya
budaya barat bisa dikatakan sebagai penyebab turunnnya moral bangsa Indonesia
saat ini. Sebenarnya budaya tersebut tidaklah salah, yang salah adalah individu
yang tidak mampu menyaring hal-hal yang baik untuk dirinya. Dengan budaya asing
yang masuk ke negara kita sekarang ini, banyak orang menganggap bahwa free sex
atau materialisme adalah hal yang biasa. Keadaan ini sangat memprihatinkan
mengingat banyak remaja yang melakukan hal tersebut dan hal itu yang sering
jadi masalah remaja saat ini. Tumbuhnya budaya materialisme juga bisa diliat
dari banyaknya orang-orang yang sangat memperhatikan gaya hidup yang terkesan
mewah tanpa memperdulikan sekitar dan masa depannya.
4. Perkembangan
Teknologi
Turunnya
moral bangsa Indonesia juga diakibatkan oleh perkembangan teknologi saat ini.
Dengan kemudahan akses internet, banyak orang memanfaatkan fasilitas tersebut
untuk mencari gambar atau video porno. Hal ini jika dilakukan terus menerus
akan merusak moral bangsa karena pikiran mereka sudah dimasuki oleh
doktrin-doktrin barat yang kadang salah tersebut.
5. Lemahnya
Mental Generasi Bangsa
Penurunan
kualitas moral dari generasi bangsa juga dapat disebabkan karena lemahnya
mental dari generasi bangsa yang terbentuk sejak dini, sehingga membentuk
karakter yang kurang baik. Karakter tersebut akan menjadi watak perilku
seseorang dalam menjalani kehidupan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka
perlu diupayakan pembentukan karakter sejak dini
6. Kurangnya
Materi Aplikasi tentang Budi Pekerti
Kurangnya
materi pengapliasian dari budi pekerti adalah salah satu penyebab turunnya
moral bangsa kita baik itu dalam bangku sekolah, dan kurangnya perhatian dari
guru sebagai pendidik dalam hal pembentukan karakter peserta didik, sehingga
peserta didik lebih banyak terfokus pada aspek kognitif dan kurang
memperhatikan aspek afektif dalam pembelajaran. Hasilnya adalah peserta didik
pintar dalam hal pelajaran tertentu, namun mempunyai akhlak/moral yang kurang
bagus. Banyak di antara peserta didik yang pintar jika mengerjakan soal pelajaran,
namun tidak hormat terhadap gurunya, suka mengganggu orang lain, tidak
mempunyai sifat jujur, malas, dan sifat-sifat buruk lainnya.
Tingginya
angka kenakalan dan kurangnya sikap sopan santun peserta didik, dipandang
sebagai akibat dari kurang efektifnya sistem pendidikan saat ini. Ditambah lagi
dengan masih minimnya perhatian guru terhadap pendidikan dan perkembangan
karakter peserta didik. Sehinga sebagian peserta didik tidak mempunyai karakter
positif. Pendidikan tanpa karakter hanya akan membuat individu tumbuh secara
parsial, menjadi sosok yang cerdas dan pandai, namun kurang memiliki
pertumbuhan secara lebih penuh sebagai manusia. Hal tersebut sudah dicontohkan
dalam sistem pendidikan kita pasca reformasi. Kurikulum yang dibangun untuk
mencerdaskan kehidupan justru berujung kepada penurunan moral dari sebagian
perserta didiknya.
C. Solusi Untuk Menanggulangi Akhlak/Moral yang
Rusak.
1. Memandang Martabat Manusia
Rasulullah Saw, telah mengatakan bahwa ia diutus untuk menyempurnakan
martabat dan derajat manusia.
Orang yang meceritakan tradisi tersebut bertanya kepada Sayidina Ali k.w.
tentang sifat-sifat tersebut. Sayidina Ali menjawab “alim, toleran, tahu
berterima kasih, sabar, murah hati, berani, mempunyai harga diri,
bermoral, berterus terang, dan jujur.
Memiliki harga diri (self-respect) artinya kapan saja dia bekerja
untuk kepentingannya dan untuk memenuhi kebutuhannya, dia harus memperhitungkan
segala sesuatu yang sekiranya bisa memalukan da merendahkan posisinya, seperti
tidak konsisten denga martabatnya sebagai manusia, dan mempertimbangkan segala
tindakan yang akan bisa mengembangkan kematangan spiritualnya, dan mengangkat
posisinya agar bisa dibanggakan.
Sebagai contoh, setiap orang sadar bahwa sifat cemburu dan iri hati hanya
akan menghina dan memalukan dirinya sendiri. Orang yang iri hati tidak akan
tahan dengan kemajun dan prospek orang lain. Ia tidak senang dengan
prestasi-prestasi mereka. Reaksi satu-satunya adalah bagaimana
caranya bisa menimbulkan bencana bagi orang lain dan mengganggu rencana-rencana
mereka. Da tidak akan merasa puas jika orang lain tidak kehilangan nasib
baiknya, dan tidak seperti dia. Setiap orang saddar akan memiliki sifat seperti
itu hanya merupakan cerminan kepicikan belaka. Seseorang yang tidak menghargai
keberhasilan orang lain adalah manusia yang tak berharga tak berkepribadian.
Sama halnya dengan sifat iri hati. Orang yang iri hati adalah orang yang
begitu terpesona dengan kekayaanya sehingga ia enggan utuk menyisihkan atau
membelanjakannya, bahkan bukan untuk kepentingan sendiri dan keluarganya. Dia
tidak mau mendermakan kekayaan yang dimilikinya. Nampaknya orang semacam itu
menjadi tawanan dari kekayaannya sendiri. Dia merendahkan martabat di depa
matanya sendiri.
Dengan demikian kita mengetahui bahwa rasa harga diri adalah perasaan
sejati manusia. Kita merasa senag jika memberika amal, bertindak toleran,
sederhana dan bekerja tekun, dan sebagainya. Sedangan sifat munafik, menjilat,
cemburu dan sombong akan menghina dirinya sendir, tanpa terikat pada ajaran atau
kebiasaan dan tradisi yang ada pada masyarakat tertentu. Islam mengutuk keras
sifat-sifat jelek seperti itu, dan melarang eras mengembangkannya.
Beberapa sifat tertentu seperti toleran dan pengorbanan diri adalah masalah
penghargaan diri dan tanda keterbukaan hati dan kebesaran jiwa. Orang yang
selalu sikap berkrban dan melatih kendalu dirinya, da ditandai denga
kepribadian yang baik seperti itu sehingga dia menjalani kepentingannya demi
untuk kebaika orang lain dan untuk mempertahankan tujuan yang diharapkan.
Merendahkan hati dalam pengertian menghormati orang lain dan mengakui
prestasi mereka dan bukan dalam pengertian memalukan diri sendiri untuk tunduk
pada kekuatan, juga merupakan sifat yang mulia dan sesuai dengan martabat
manusia. Kualitas seperti ini dipunyai oleh mereka yang selalu bisa
mengendalikan diri dan tidak egois (self-centered), dan dengan realistis
mengakui hal-hal baik dalam diri orang lain dan menghormatinya.
Sifat-sifat mulia tersebut yang membentuk landasan karakter yag mulia, adalah
bagian fari nilai-nilai moral Islam yang tinggi. Kita mempunyai contoh-contoh
yang tak terhitung mengenai sifat-sifat seperti itu, dan semua masalah etika
mungkin diperhitungkan berkaitan dengan martabat manusia. Karena itu Nabi Besar
Umat Islam dalam menyimpulkan pesan etikanya, menggambarkan sifat-sifat
itu sebagai karakter manusia yang sempurna dan mulia.
2. Mendekatkan Manusia dengan Alloh
Hanya sifat-sifat mulia yang telah disebutkn diatas yang akan mendekatkan
manusia dengan Alloh . Dngan demikian manusia-manusia harus memiliki dan
mengembagkan sifat-sifat tersebut apabila kita membahas sifat-sifat Alloh, dan
sebaliknya. Dia Maha mengetahui, Maha Kuasa dan Maha Kompeten. Semua
tindakan-Nya telah dierhtungkan dengan baik-baik. Dia Maha Adil, Maha Pengasih
dan Penyayang. Semua merasakan karunia-Nya. Dia menyukai kebenaran dan membenci
keburukan. Dan selanjutnya dan seterusnya. Manusia dekat dengn Alloh sesuai
dengan kualitas-kualitas yang dia miliki. Jika sifat-sifat tersebut mendarah
daging dalam drinya dan menjadi pelengkapnya, bisa dkatakan bahwa ia telah
mendapatkan nilai-nilai moral islam. Rasululloh bersabda :
“Binalah diri sendir
sesuai dengan sifat-sifat Alloh”
Manusia Islam, terlepas dari keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari
tidakan dan kebiasaannya, selalu mampu untuk mengetahui apakh tindakan atau
sifat tertentu akan menjaga martabat kemanusiannya, dan apakah akan membantunya
dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Alloh. Dia menganggap bahwa yang
diinginkan adalah segala tindakan yang akan mengangkat martabat manusia
mendekatkan dirinya dengan Alloh. Demikian pula dia akan enggan dan
menghindarkan diri dari segala tindakan yang akan merusak martabat manusia an
memperlemah hubungan dengan Alloh. Dia menyadari bahwa perhatianya terhadap kedua
kriteria tersebut secara otomatis akan membangkkitkan gairah dan berantusias
untuk berkarya denga sadar untuk kepentingannya dan kepentingan kemanusiaan
secara luas.
3. Kontribusi di bidang pendidikan
Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional Pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, Pendidikan Nasional
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak Mulia, berilmu,
sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Namun, jika kita melihat kondisi pendidikan di Indonesia
sekarang ini, ternyata masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Proses
pendidikan belum sepenuhnya berhasil membangun manusia Indonesia yang
berkarakter positif. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal
membangun karakter. Banyak lulusan sekolah dan sarjana pintar dalam bangku
sekolah atau perkuliahan dan piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas,
tetapi lemah dalam hal mental, penakut, dan perilakunya tidak terpuji. Di sisi
lain, pendidikan yang bertujuan mencetak manusia yang cerdas dan kreatif serta
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, belum sepenuhnya terwujud. Hal
ini terlihat dari banyaknya kasus pelajar yang terlibat tawuran, kasus
kriminal, narkoba, seks di luar nikah, dan kasus-kasus yang lain.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri
Pendidikan, untuk memperbaiki moral generasi bangsa melalui pendidikan. Namun
keinginan tersebut ternyata belum membuahkan hasil yang signifikan. Pemerintah
dalam melaksanakan pendidikan, masih lebih banyak menitikberatkan pada
kemampuan kognitif siswa, dengan mengesampingkan kemampuan afektif atau
perilaku siswa dan psikomotorik atau keterampilan
Salah satu solusi agar pendidikan moral menjadi efektif adalah dengan menerapkan
pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar
sampai pada pendidikan tinggi. Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi konsumen
pengetahuan, kesadaran dan kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan
maupun ke bangsa sehingga menjadi insan kamil. Dengan penerapan pendidikan
karakter, maka karakter dari peserta didik akan terbentuk sejak mereka berada
di bangku sekolah dasar, kemudian dilanjutkan pada sekolah menengah dan
perguruan tinggi. Dengan terbentuknya karakter tersebut, maka akan menjadi
perisai atau kontrol dalam diri seseorang, sehingga akan mengendalikan perilaku
orang tersebut. Intinya adalah, jika karakter sudah terbentuk, maka akan sulit
untuk mengubah karakter tersebut.Dengan menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam
setiap proses pendidikan, akan membantu proses pembentukan karakter dari
peserta didik yang bermoral dan bermartabat. Dengan terbentuknya karakter
tersebut, maka karakter tersebut akan sulit hilang sehingga akan menjadi watak
perilaku seseorang dalam menjalani masa yang akan datang. Penerapan pendidikan
karakter dalam sistem kurikulum pendidikan dapat dilaksanakan dengan cara :
·
Menyisipkan nilai–nilai
moral di setiap proses belajar mengajar
·
Membentuk kelas
motivasi (motivation class), yang dalam hal ini lebih menekankan pada
penggugahan motivasi internal peserta didik
·
Menambah mata pelajaran
tentang pendidikan moral, dan peserta didik dipersyaratkan lulus mata pelajaran
tersebut
·
Mata pelajaran yang
substansinya sudah mengandung nilai-nilai moral hendaknya lebih aplikatif,
tidak hanya text book semata
·
Menyeimbangkan porsi
antara materi belajar akal (cerdas) dan hati (moral). Dalam hal ini guru,
Departemen Pendidikan Nasional, dan masyarakat pemerhati pendidikan untuk
bersama-sama mengupayakan penerapan pendidikan karakter ke dalam sistem
kurikulum pendidikan.
D. Perwujudan Moral dalam Kehidupan.
Dengan demikian jelaslah bahwa agama menjadi sumber dari akhlak yang mulia,
maka salah satu jalan untuk menegakkan akhlak ini prinsip-prinsip agama harus
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam mewujudkan nilai-nilai moral/akhlak yang mulia ada beberapa kewajiban
yang perlu ditunaikan:
- Membersihkan hati serta mensucikan hubungan dengan Allah SWT. Keyakinan semacam ini harus tertanam dalam hati, dikerjakan dan diamalkan serta disampaikan pada orang lain. Kesucian hatinya nampak dalam perilakunya sehari-hari dan menyatakan bahwa yang baik itu adalah yang diakui baik oleh Islam, sedang yang buruk adalah yang dinyatakan oleh Islam buruk pula.
- Memperhatikan seluruh perintah dan larangan agama. Karena percuma beragama kalau tidak diiringi amal. Banyak orang mengaku beragama Islam, tetapi tidak dikerjakannya seruhan agama atau tidak dihentikannya semua larangan. Orang yang demikian selamanya tidaklah merasakan kelezatan cinta menjadi seorang Muslim.
- Belajar melawan kehendak diri dan menaklukkannya kepada kehendak Allah SWT. Pekerjaan ini amat berat dan sulit, hanya orang-orang yang mempunyai kemauan teguh dan hati yang sabar serta tahan yang dapat mengerjakannya. Nabi Muhammad bersabda, “Bahwa peperangan di antara akal dan hawa nafsu, di antara seruan kebenaran dengan suara setan. Lebih besar daripada segala macam peperangan di dalam dunia ini.” Setelah beliau kembali dari peperangan sekecil-kecilnya, kepada peperangan yang sebesar-besarnya yakni peperangan memerangi hawa nafsu.
- Setelah sanggup berjuang melawan hawa nafsu sendiri, harus sanggup berjuang dengan musuh-musuh yang hendak menghinakan agama atau melanggar batas-batas keyakinanya.
- Menegakkan persaudaraan di dalam Islam, bertolong-tolongan di antara sesama muslim.
- Agama Islam adalah agama kemanusiaan, manfaatnya tidaklah dirasakan oleh umat Islam saja, tetapi oleh seluruh umat manusia. Kedatangan Islam telah membawa nikmat dan rahmat ke seluruh muka bumi tidak membedakan segala bangsa dan kaum.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa program utama dan perjuangan
pokok segala usaha ialah pembinaan akhlak/moral mulia. Ia harus ditanamkan dan
ditegakkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan masyarakat, mulai dari
tingkatan atas sampai lapisan masyarakat terbawah. Pada lapisan atas itulah
yang pertama-tama wajib memberikan teladan yang baik kepada masyarakat dan
rakyat, dan ini akan dapat terwujud manakala para pemimpin berani memberikan
contoh-contoh moral yang buruk.
E. Hubungan Akhlak/Moral dengan Kehidupan
Beragama.
Jadi
moral atau akhlak dalam Islam sendiri tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
beragama. Karena nilai-nilai yang tegas, pasti tetap tidak bisa berubah karena
keadaan. Tempat dan waktu adalah nilai-nilai yang bersumber dari agama.
Ari
Ginanjar Agustian, dalam bukunya ESQ (Emotional Spiritual Question),
juga menjelaskan bahwa kekuatan berpikir (manusia) memiliki potensi yang besar
bagi hidup manusia. Di mana iman yang dimaksud adalah keyakinan dalam hati,
mengucapkan dalam lisan serta mengamalkan perbuatan iman sebagai dasar rujukan
dalam proses berpikir secara aktual yang dimanifestasikan dalam bentuk amal
sholeh yaitu suatu bentuk aktivitas kerja, kreatifitas yang ditempah oleh
semangat tauhid untuk mewujudkan rahmatan lil alamin. Keseimbangan bagi
alam dan segala isinya (Agustian, 2002:66).
Hal ini
sesuai dengan akhlak/moral Islam yang merupakan suatu sikap dan laku perbuatan
yang luhur, yang mempunyai hubungan dengan dzat yang Maha Kuasa: Allah SWT.
Bahwasanya akhlak Islam juga adalah produk dari keyakinan atas kekuasaan dzat
ke-Esa-an Tuhan, jadi Dia adalah produk dari jiwa tauhid (Amin, 1997:9).
Meskipun
akhlak Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan berarti Islam tidak
memandang akal sebagai tolak ukur perbuatan itu baik atau buruk. Peranan akal
dalam mempertimbangkan baik atau buruknya suatu perbuatan juga sangat besar.
Karenanya perbuatan bisa dinilai baik jika menurut pikirannya bahwa perbuatan
itu baik, dan buruk atau tercela jika melakukan perbuatan yang diputuskan
akalnya buruk. Namun perlu diketahui pula bahwa akal manusia hanya merupakan
suatu kekuatan yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan dan
keputusannya. Bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut kemampuan
pengetahuannya. Oleh karena itu, keputusan yang diberikan akal hanya bersifat
spekulatif dan subyektif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Moral dalam
Islam identik dengan akhlak. Di mana kata akhlak berasal dari bahasa Arab,
bentuk jama’ dari kata “khulk”, khulk di dalam kamus al-Munjid
berarti budi pekerti atau perangai. Jadi pada hakekatnya akhlak (budi pekerti) ialah suatu kondisi atau
sifat yang telah meresap dalam jiwa dan telah menjadi kepribadian, hingga dari
situ timbul berbagai macam perbuatan dengan cara mudah dan spontan tanpa dibuat
dan tanpa memerlukan pemikiran. Faktor-faktor
yang menyebabkan turunya moral di masyarakat antara lain : penyalalah
gunaan sebagian ajaran moral, penyalahgunaan konsep-konsep moral, masuknya
budaya westernisasi (budaya kebarat-baratan), perkembangan teknologi, lemahnya
mental generasi bangsa dan lain sebagainya.
B.
Saran
1. Bagi
dosen diharapkan dapat memantau dan lebih memotivasi mahasiswa dalam pengerjaan
makalah, sehingga segala kesulitan mahasiswa bisa terpecahkan atau terselesaikan.
2. Bagi
mahasiswa diharapkan tetap semangat dan ciptakan rasa tanggung jawab dalam
mengerjakan makalah, mendengarkan segala sesuatu yang disampaikan dosen.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
Prof.DR.Rosihon, M.Ag, dkk. Pengantar Studi Islam. Jakarta : Pustaka
Setia. 2009
Dr. M. Nurhakim, M.Ag.Metodologi Studi Islam .2004
·
http://goenable.wordpress.com/tag/pendidikan-moral-menurut-pandangan-islam/ diakses pada tanggal 12 November 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar