Jumat, 20 November 2015

Konsep Islam Tentang Moral




 
MAKALAH
KONSEP ISLAM TENTANG MORAL

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengembangan Pengantar Studi Islam.
 Dosen Pengampu :
M. Ikram,M.Si


Di susun oleh kelompok 11 :
1. Mariyatul Qibtiyah             (083143161)
2. Nunung Intan Akhadiyah  (083143175)
3. Putri Arumsari                    (083143189)
4. Diki Dwi Kurniawan          (083143192)

       KEMENTRIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
NOVEMBER 2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Islam adalah agama yang hadir untuk menyampaikan segala ajaran yang baik dan bermoral di muka bumi ini.Di dalam makalah ini terdapat pembahasan mengenai etika sosial dalam islam dan moral. Tema tentang Etika dan Moral menjadi bahasan penting dalam wacana pemikiran filsafat kontemporer. Namun, pembicaraan tentang etika kurang begitu berkembang dalam Islam. Justru yang berkembang adalah kajian tentang moralitas melalui sudut pandang fiqih Islam. Moralitas yang menjadi obyek kajian etika Islam masih berbicara seputar etika secara individual, yaitu bagaimana memperbaiki diri dan kepribadian dalam bertutur kata, bersikap, dan berbuat. Sedang etika sosialnya masih kurang mendapat tempat yang luas dalam kajian Islam. Sebagai agama terakhir, Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan agama-agama yang datang sebelumnya. Melalui berbagai liberatur yang berbicara tentang Islam dapat dijumpai uraian mengenai penger tian agama Islam, sumber, dan ruang lingkup ajarannya serta cara untuk memahaminya.
Islam sebagai agama moral sudah kaya akan konsep-konsep, baik terkait dengan ketuhanan maupun kemanusiaan, konsep relasi yang sehat secara vertikal dan horizontal, seperti konsep tauhid, keadilan, persamaan, toleransi, sampai yang terkait dengan kebersihan. Konsep-konsep ini diturunkan dan disyariatkan adalah sebagai ajaran moral demi terciptanya relasi yang sakral vertikal antara manusia dengan Tuhannya dan relasi harmonis, dinamis, dan konstruktif fungsional horizontal yang duniawi antara manusia dengan manusia, serta dengan makhluk di seluruh.
Melalui tulisan ini kami mengajak kita semua untuk kembali memahami dengan seksama pesan-pesan inti agama, yaitu pesan moral, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Dengan kata lain kita hanya mementingkan sisi formalitasnya saja tanpa menerapkan sisi spiritualnya. Tujuan akhir dari transformasi ajaran moral agama Islam ini adalah praktik sosial dalam masyarakat, baik dalam ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya agar tercipta masyarakat yang aman dan tentram.
B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian moral dalam konsep islam?
2.      Apa saja faktor-faktor penyebab turunya moral dikalangan masyarakat?
3.      Apa saja solusi untuk menanggulangi moral yang rusak?
4.      Bagaimana perwujudan moral dalam kehidupan?
5.      Bagaimana hubungan ahklak/moral dengan kehidupan beragama?
C.Tujuan Makalah
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Study Islam.
2.      Mengetahui arti moral dalam konsep islam, faktor-faktor penyebab turunya moral, serta cara menumbuhkan moral yang sudah mulai terkikis.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Moral dalam Konsep Islam
Moral dalam Islam identik dengan akhlak. Di mana kata akhlak berasal dari bahasa Arab, bentuk jama’ dari kata “khulk”, khulk di dalam kamus al-Munjid berarti budi pekerti atau perangai.
Di dalam kitab “Ihya’ Ulumaldin”, karya Imam al Ghozali diungkapkan bahwa:
الخلق اراة عن هيئة في الفغس وامخه عنها بصدر الانفعال سهوله ويسر من غير حاجة الفقر ورؤية
“Al-khulk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan perimbangan” (Al-Ghazali, Ihya’ Ulumaldin, Vol, III:56)
Jadi pada hakekatnya akhlak (budi pekerti) ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan telah menjadi kepribadian, hingga dari situ timbul berbagai macam perbuatan dengan cara mudah dan spontan tanpa dibuat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti yang mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela.
Selain itu juga disyari’atkan, bahwa suatu perbuatan dapat dinilai baik jika timbulnya perbuatan itu dengan mudah sebagai suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran. Mengenai syari’at tersebut, Asmara AS menegaskan bahwa dalam menetapkan suatu perbuatan, itu lahir dalam kehendak dan disengaja sehingga dapat nilai baik atau buruk ada dua syarat yang perlu diperhatikan (Asmara,1994:11).
1.      Situasi memungkinkan adanya pilihan (bukan karena paksaan) adanya kemauan bebas, sehingga tidak dilakukan dengan sengaja.
2.      Tahu apa yang dilakukan yakni mengenai nilai baik buruknya.
Suatu perbuatan dapat dikatakan baik atau buruk manakala memenuhi syarat-syarat di atas. Dalam Islam, faktor kesengajaan merupakan penentu tingkah laku dalam penetapan nilai tingkah laku/tindakan seseorang. Seorang muslim tidak berdosa karena melanggar syari’at, jika ia tidak tahu bahwa ia berbuat salah menurut hukum Islam.
B.     Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Turunya Moral di Masyarakat.
Masalah moralitas masyrakat Indonesia baik itu usia remaja hingga dewasa, sekarang ini sudah menjadi problema umum dan merupakan pertanyaan yang belum ada jawabannya. Seperti mengapa para remaja kita sudah mengkonsumsi obat-obatan terlarang? mengapa  para remaja kita dengan bebasnya bergau dengan lawan jenis tanpa merasa risih dan malu? megapa para pemiimpin di negeri kita sugguh mudah tersinggung, dan tidak malu juga mempertontonkan pertengkaran di muka umum? Mengapa begitu banyak para pemimpin ini tidak merasa malu mengambil hak-hak orang kecil, seperti melakuka korupsi?. Pertanyaan-pertanyaan seperti yang telah dikemukakan meruapakan sederetan kecil  dari masalah moral yang  masih belum bisa hadapi.
Ketika berbicara tentang moral, kita perlu tahu bahwa hal ini erat kaitannya dengan perilaku masyarakat itu sendiri. Perilaku masyarakat yang menyimpang dari aturan yang seharusnya membuat moral bangsa kita semakin buruk di mata negara lain. Kemerosotan moral ini bukanlah suatu hal yang bisa dibanggakan karena hal itulah yang membuat negara kita tampak kurang berwibawa di dunia internasional. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kemerosotan moral bangsa Indonesia dan hal itu perlu diketahui sehingga kita mampu menemukan solusi yang terbaik dan membantu dalam penyelesaian masalah tersebut.
1.      Penyalalah gunaan sebagian ajaran moral
Tidak diragukan lagi bahwa sebagian ajaran moral telah dan masih terus akan disalahgunakan dalam berbagai bentuk dan cara. Mereka yang telah dirasuki ketamakan, terutama apabila mempunyai kekuatan dan pengaruh, tidak akan ragu-ragu dalam memakai segala cara untuk mencapai tujuannya. Penelitian ilmiah, terlepas dari kebenaran landasannya, terkadang di[ergunakan untuk melakukan penindasan, tirani, menyiksa kelas buruh.

2.      Penyalahgunaan Konsep-Konsep Moral
Sama hal nya dengan ajaran moral, konsep-konsep dari moral pun disalahgunakan. Seringkali ditemui, kemerdekaan ditindas atas nama kemerdekaan, dan ketidakadilan diterapkan atas nama keadilan dan persamaan. Setiap hal yang baik dan bermamfaat bisa disalahgunakan. Meskipun demikian, bagaimanapun nama keadilan itu disalahgunakan tidak akan sama halnya dengan ketidakadila itu sendiri. Keduanya tetap berbeda. Demikian juga, bagaimanapun nama kemerdekaan disalahterapkan, tetapi kemerdekaan sejati tidak akan sama dengan perbudakan.
Jadi tidak diragukan lagi ajaran Islam telah dieksploitasi untuk tujuan pribadi dan kelompok tertentu. Tetapi tidak berarti bahwa ajaran-ajaran tersebut palsu atau rancu. Sebaliknya, keadaan tersebut menuntut kewaspadaan sebagian masyarakat agar ajaran tersebut tdak rusak, dan nilai-nilainya tidak disalahgunakan.
3.      Masuknya Budaya Westernisasi (budaya kebarat-baratan)
Masuknya budaya barat bisa dikatakan sebagai penyebab turunnnya moral bangsa Indonesia saat ini. Sebenarnya budaya tersebut tidaklah salah, yang salah adalah individu yang tidak mampu menyaring hal-hal yang baik untuk dirinya. Dengan budaya asing yang masuk ke negara kita sekarang ini, banyak orang menganggap bahwa free sex atau materialisme adalah hal yang biasa. Keadaan ini sangat memprihatinkan mengingat banyak remaja yang melakukan hal tersebut dan hal itu yang sering jadi masalah remaja saat ini. Tumbuhnya budaya materialisme juga bisa diliat dari banyaknya orang-orang yang sangat memperhatikan gaya hidup yang terkesan mewah tanpa memperdulikan sekitar dan masa depannya.
4.      Perkembangan Teknologi
Turunnya moral bangsa Indonesia juga diakibatkan oleh perkembangan teknologi saat ini. Dengan kemudahan akses internet, banyak orang memanfaatkan fasilitas tersebut untuk mencari gambar atau video porno. Hal ini jika dilakukan terus menerus akan merusak moral bangsa karena pikiran mereka sudah dimasuki oleh doktrin-doktrin barat yang kadang salah tersebut.

5.      Lemahnya Mental Generasi Bangsa
Penurunan kualitas moral dari generasi bangsa juga dapat  disebabkan karena lemahnya mental dari generasi bangsa yang terbentuk sejak dini, sehingga membentuk karakter yang kurang baik. Karakter tersebut akan menjadi watak perilku seseorang dalam menjalani kehidupan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu diupayakan pembentukan karakter sejak dini
6.      Kurangnya Materi Aplikasi tentang Budi Pekerti
Kurangnya materi pengapliasian dari budi pekerti adalah salah satu penyebab turunnya moral bangsa kita baik itu dalam bangku sekolah, dan kurangnya perhatian dari guru sebagai pendidik dalam hal pembentukan karakter peserta didik, sehingga peserta didik lebih banyak terfokus pada aspek kognitif dan kurang memperhatikan aspek afektif dalam pembelajaran. Hasilnya adalah peserta didik pintar dalam hal pelajaran tertentu, namun mempunyai akhlak/moral yang kurang bagus. Banyak di antara peserta didik yang pintar jika mengerjakan soal pelajaran, namun tidak hormat terhadap gurunya, suka mengganggu orang lain, tidak mempunyai sifat jujur, malas, dan sifat-sifat buruk lainnya.
Tingginya angka kenakalan dan kurangnya sikap sopan santun peserta didik, dipandang sebagai akibat dari kurang efektifnya sistem pendidikan saat ini. Ditambah lagi dengan masih minimnya perhatian guru terhadap pendidikan dan perkembangan karakter peserta didik. Sehinga sebagian peserta didik tidak mempunyai karakter positif. Pendidikan tanpa karakter hanya akan membuat individu tumbuh secara parsial, menjadi sosok yang cerdas dan pandai, namun kurang memiliki pertumbuhan secara lebih penuh sebagai manusia. Hal tersebut sudah dicontohkan dalam sistem pendidikan kita pasca reformasi. Kurikulum yang dibangun untuk mencerdaskan kehidupan justru berujung kepada penurunan moral dari sebagian perserta didiknya.
C.     Solusi Untuk Menanggulangi Akhlak/Moral yang Rusak.
1.      Memandang Martabat Manusia
Rasulullah Saw, telah mengatakan bahwa ia diutus untuk menyempurnakan martabat dan derajat manusia.
Orang yang meceritakan tradisi tersebut bertanya kepada Sayidina Ali k.w. tentang sifat-sifat tersebut. Sayidina Ali menjawab “alim, toleran, tahu berterima kasih,  sabar, murah hati, berani, mempunyai harga diri, bermoral, berterus terang, dan jujur.
Memiliki harga diri (self-respect) artinya kapan saja dia bekerja untuk kepentingannya dan untuk memenuhi kebutuhannya, dia harus memperhitungkan segala sesuatu yang sekiranya bisa memalukan da merendahkan posisinya, seperti tidak konsisten denga martabatnya sebagai manusia, dan mempertimbangkan segala tindakan yang akan bisa mengembangkan kematangan spiritualnya, dan mengangkat posisinya agar bisa dibanggakan.
Sebagai contoh, setiap orang sadar bahwa sifat cemburu dan iri hati hanya akan menghina dan memalukan dirinya sendiri. Orang yang iri hati tidak akan tahan dengan kemajun dan prospek  orang lain. Ia tidak senang dengan prestasi-prestasi mereka.  Reaksi satu-satunya  adalah bagaimana caranya bisa menimbulkan bencana bagi orang lain dan mengganggu rencana-rencana mereka. Da tidak akan merasa puas jika orang lain tidak kehilangan nasib baiknya, dan tidak seperti dia. Setiap orang saddar akan memiliki sifat seperti itu hanya merupakan cerminan kepicikan belaka. Seseorang yang tidak menghargai keberhasilan orang lain adalah manusia yang tak berharga tak berkepribadian.
Sama halnya dengan sifat iri hati. Orang yang iri hati adalah orang yang begitu terpesona dengan kekayaanya sehingga ia enggan utuk menyisihkan atau membelanjakannya, bahkan bukan untuk kepentingan sendiri dan keluarganya. Dia tidak mau mendermakan kekayaan yang dimilikinya. Nampaknya orang semacam itu menjadi tawanan dari kekayaannya sendiri. Dia merendahkan martabat di depa matanya sendiri.
Dengan demikian kita mengetahui bahwa rasa harga diri adalah perasaan sejati manusia. Kita merasa senag jika memberika amal, bertindak toleran, sederhana dan bekerja tekun, dan sebagainya. Sedangan sifat munafik, menjilat, cemburu dan sombong akan menghina dirinya sendir, tanpa terikat pada ajaran atau kebiasaan dan tradisi yang ada pada masyarakat tertentu. Islam mengutuk keras sifat-sifat jelek seperti itu, dan melarang eras mengembangkannya.
Beberapa sifat tertentu seperti toleran dan pengorbanan diri adalah masalah penghargaan diri dan tanda keterbukaan hati dan kebesaran jiwa. Orang yang selalu sikap berkrban dan melatih kendalu dirinya, da ditandai denga kepribadian yang baik seperti itu sehingga dia menjalani kepentingannya demi untuk kebaika orang lain dan untuk mempertahankan tujuan yang diharapkan.
Merendahkan hati dalam pengertian menghormati orang lain dan mengakui prestasi mereka dan bukan dalam pengertian memalukan diri sendiri untuk tunduk pada kekuatan, juga merupakan sifat yang mulia dan sesuai dengan martabat manusia. Kualitas seperti ini dipunyai oleh mereka yang selalu bisa mengendalikan diri dan tidak egois (self-centered), dan dengan realistis mengakui hal-hal baik dalam diri orang lain dan menghormatinya.
Sifat-sifat mulia tersebut yang membentuk landasan karakter yag mulia, adalah bagian fari nilai-nilai moral Islam yang tinggi. Kita mempunyai contoh-contoh yang tak terhitung mengenai sifat-sifat seperti itu, dan semua masalah etika mungkin diperhitungkan berkaitan dengan martabat manusia. Karena itu Nabi Besar Umat Islam  dalam menyimpulkan pesan etikanya, menggambarkan sifat-sifat itu sebagai karakter manusia yang sempurna dan mulia.
2.      Mendekatkan Manusia dengan Alloh
Hanya sifat-sifat mulia yang telah disebutkn diatas yang akan mendekatkan manusia dengan Alloh . Dngan demikian manusia-manusia  harus memiliki dan mengembagkan sifat-sifat tersebut apabila kita membahas sifat-sifat Alloh, dan sebaliknya. Dia Maha mengetahui, Maha Kuasa dan Maha Kompeten. Semua tindakan-Nya telah dierhtungkan dengan baik-baik. Dia Maha Adil, Maha Pengasih dan Penyayang. Semua merasakan karunia-Nya. Dia menyukai kebenaran dan membenci keburukan. Dan selanjutnya dan seterusnya. Manusia dekat dengn Alloh sesuai dengan kualitas-kualitas yang dia miliki. Jika sifat-sifat tersebut mendarah daging dalam drinya dan menjadi pelengkapnya, bisa dkatakan bahwa ia telah mendapatkan nilai-nilai moral islam. Rasululloh bersabda :
“Binalah diri sendir sesuai dengan sifat-sifat Alloh”
Manusia Islam, terlepas dari keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari tidakan dan kebiasaannya, selalu mampu untuk mengetahui apakh tindakan atau sifat tertentu akan menjaga martabat kemanusiannya, dan apakah akan membantunya dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Alloh. Dia menganggap bahwa yang diinginkan adalah segala tindakan yang akan mengangkat martabat manusia mendekatkan dirinya dengan Alloh. Demikian pula dia akan enggan dan menghindarkan diri dari segala tindakan yang akan merusak martabat manusia an memperlemah hubungan dengan Alloh. Dia menyadari bahwa perhatianya terhadap kedua kriteria tersebut secara otomatis akan membangkkitkan gairah dan berantusias untuk berkarya denga sadar untuk kepentingannya dan kepentingan kemanusiaan secara luas.
3.      Kontribusi di bidang pendidikan
Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak Mulia, berilmu, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun, jika kita melihat kondisi pendidikan di Indonesia sekarang ini, ternyata masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Proses pendidikan belum sepenuhnya berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter positif. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal membangun karakter. Banyak lulusan sekolah dan sarjana pintar dalam bangku sekolah atau perkuliahan dan piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi lemah dalam hal mental, penakut, dan perilakunya tidak terpuji. Di sisi lain, pendidikan yang bertujuan mencetak manusia yang cerdas dan kreatif serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, belum sepenuhnya terwujud. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus pelajar yang terlibat tawuran, kasus kriminal, narkoba, seks di luar nikah, dan kasus-kasus yang lain.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan, untuk memperbaiki moral generasi bangsa melalui pendidikan. Namun keinginan tersebut ternyata belum membuahkan hasil yang signifikan. Pemerintah dalam melaksanakan pendidikan, masih lebih banyak menitikberatkan pada kemampuan kognitif siswa, dengan mengesampingkan kemampuan afektif atau perilaku siswa dan psikomotorik atau keterampilan
Salah satu solusi agar pendidikan moral menjadi efektif adalah dengan menerapkan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi konsumen pengetahuan, kesadaran dan kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun ke bangsa sehingga menjadi insan kamil. Dengan penerapan pendidikan karakter, maka karakter dari peserta didik akan terbentuk sejak mereka berada di bangku sekolah dasar, kemudian dilanjutkan pada sekolah menengah dan perguruan tinggi. Dengan terbentuknya karakter tersebut, maka akan menjadi perisai atau kontrol dalam diri seseorang, sehingga akan mengendalikan perilaku orang tersebut. Intinya adalah, jika karakter sudah terbentuk, maka akan sulit untuk mengubah karakter tersebut.Dengan menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam setiap proses pendidikan, akan membantu proses pembentukan karakter dari peserta didik yang bermoral dan bermartabat. Dengan terbentuknya karakter tersebut, maka karakter tersebut akan sulit hilang sehingga akan menjadi watak perilaku seseorang dalam menjalani masa yang akan datang. Penerapan pendidikan karakter dalam sistem kurikulum pendidikan dapat dilaksanakan dengan cara :
·       Menyisipkan nilai–nilai moral di setiap proses belajar mengajar
·       Membentuk kelas motivasi (motivation class), yang dalam hal ini lebih menekankan pada penggugahan motivasi internal peserta didik
·       Menambah mata pelajaran tentang pendidikan moral, dan peserta didik dipersyaratkan lulus mata pelajaran tersebut
·       Mata pelajaran yang substansinya sudah mengandung nilai-nilai moral hendaknya lebih aplikatif, tidak hanya text book semata
·       Menyeimbangkan porsi antara materi belajar akal (cerdas) dan hati (moral). Dalam hal ini guru, Departemen Pendidikan Nasional, dan masyarakat pemerhati pendidikan untuk bersama-sama mengupayakan penerapan pendidikan karakter ke dalam sistem kurikulum pendidikan.
D.    Perwujudan Moral dalam Kehidupan.
Dengan demikian jelaslah bahwa agama menjadi sumber dari akhlak yang mulia, maka salah satu jalan untuk menegakkan akhlak ini prinsip-prinsip agama harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam mewujudkan nilai-nilai moral/akhlak yang mulia ada beberapa kewajiban yang perlu ditunaikan:
  1. Membersihkan hati serta mensucikan hubungan dengan Allah SWT. Keyakinan semacam ini harus tertanam dalam hati, dikerjakan dan diamalkan serta disampaikan pada orang lain. Kesucian hatinya nampak dalam perilakunya sehari-hari dan menyatakan bahwa yang baik itu adalah yang diakui baik oleh Islam, sedang yang buruk adalah yang dinyatakan oleh Islam buruk pula.
  2. Memperhatikan seluruh perintah dan larangan agama. Karena percuma beragama kalau tidak diiringi amal. Banyak orang mengaku beragama Islam, tetapi tidak dikerjakannya seruhan agama atau tidak dihentikannya semua larangan. Orang yang demikian selamanya tidaklah merasakan kelezatan cinta menjadi seorang Muslim.
  3. Belajar melawan kehendak diri dan menaklukkannya kepada kehendak Allah SWT. Pekerjaan ini amat berat dan sulit, hanya orang-orang yang mempunyai kemauan teguh dan hati yang sabar serta tahan yang dapat mengerjakannya. Nabi Muhammad bersabda, “Bahwa peperangan di antara akal dan hawa nafsu, di antara seruan kebenaran dengan suara setan. Lebih besar daripada segala macam peperangan di dalam dunia ini.” Setelah beliau kembali dari peperangan sekecil-kecilnya, kepada peperangan yang sebesar-besarnya yakni peperangan memerangi hawa nafsu.
  4. Setelah sanggup berjuang melawan hawa nafsu sendiri, harus sanggup berjuang dengan musuh-musuh yang hendak menghinakan agama atau melanggar batas-batas keyakinanya.
  5. Menegakkan persaudaraan di dalam Islam, bertolong-tolongan di antara sesama muslim.
  6. Agama Islam adalah agama kemanusiaan, manfaatnya tidaklah dirasakan oleh umat Islam saja, tetapi oleh seluruh umat manusia. Kedatangan Islam telah membawa nikmat dan rahmat ke seluruh muka bumi tidak membedakan segala bangsa dan kaum.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa program utama dan perjuangan pokok segala usaha ialah pembinaan akhlak/moral mulia. Ia harus ditanamkan dan ditegakkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan masyarakat, mulai dari tingkatan atas sampai lapisan masyarakat terbawah. Pada lapisan atas itulah yang pertama-tama wajib memberikan teladan yang baik kepada masyarakat dan rakyat, dan ini akan dapat terwujud manakala para pemimpin berani memberikan contoh-contoh moral yang buruk.
E.     Hubungan Akhlak/Moral dengan Kehidupan Beragama.
Jadi moral atau akhlak dalam Islam sendiri tidak dapat dipisahkan dari kehidupan beragama. Karena nilai-nilai yang tegas, pasti tetap tidak bisa berubah karena keadaan. Tempat dan waktu adalah nilai-nilai yang bersumber dari agama.
Ari Ginanjar Agustian, dalam bukunya ESQ (Emotional Spiritual Question), juga menjelaskan bahwa kekuatan berpikir (manusia) memiliki potensi yang besar bagi hidup manusia. Di mana iman yang dimaksud adalah keyakinan dalam hati, mengucapkan dalam lisan serta mengamalkan perbuatan iman sebagai dasar rujukan dalam proses berpikir secara aktual yang dimanifestasikan dalam bentuk amal sholeh yaitu suatu bentuk aktivitas kerja, kreatifitas yang ditempah oleh semangat tauhid untuk mewujudkan rahmatan lil alamin. Keseimbangan bagi alam dan segala isinya (Agustian, 2002:66).
Hal ini sesuai dengan akhlak/moral Islam yang merupakan suatu sikap dan laku perbuatan yang luhur, yang mempunyai hubungan dengan dzat yang Maha Kuasa: Allah SWT. Bahwasanya akhlak Islam juga adalah produk dari keyakinan atas kekuasaan dzat ke-Esa-an Tuhan, jadi Dia adalah produk dari jiwa tauhid (Amin, 1997:9).
Meskipun akhlak Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan berarti Islam tidak memandang akal sebagai tolak ukur perbuatan itu baik atau buruk. Peranan akal dalam mempertimbangkan baik atau buruknya suatu perbuatan juga sangat besar. Karenanya perbuatan bisa dinilai baik jika menurut pikirannya bahwa perbuatan itu baik, dan buruk atau tercela jika melakukan perbuatan yang diputuskan akalnya buruk. Namun perlu diketahui pula bahwa akal manusia hanya merupakan suatu kekuatan yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan dan keputusannya. Bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu, keputusan yang diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subyektif.










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Moral dalam Islam identik dengan akhlak. Di mana kata akhlak berasal dari bahasa Arab, bentuk jama’ dari kata “khulk”, khulk di dalam kamus al-Munjid berarti budi pekerti atau perangai. Jadi pada hakekatnya akhlak (budi pekerti) ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan telah menjadi kepribadian, hingga dari situ timbul berbagai macam perbuatan dengan cara mudah dan spontan tanpa dibuat dan tanpa memerlukan pemikiran. Faktor-faktor yang menyebabkan turunya moral di masyarakat antara lain : penyalalah gunaan sebagian ajaran moral, penyalahgunaan konsep-konsep moral, masuknya budaya westernisasi (budaya kebarat-baratan), perkembangan teknologi, lemahnya mental generasi bangsa dan lain sebagainya.
B.     Saran
1.      Bagi dosen diharapkan dapat memantau dan lebih memotivasi mahasiswa dalam pengerjaan makalah, sehingga segala kesulitan mahasiswa bisa terpecahkan atau terselesaikan.
2.      Bagi mahasiswa diharapkan tetap semangat dan ciptakan rasa tanggung jawab dalam mengerjakan makalah, mendengarkan segala sesuatu yang disampaikan dosen.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Prof.DR.Rosihon, M.Ag, dkk. Pengantar Studi Islam. Jakarta : Pustaka Setia. 2009
Dr. M. Nurhakim, M.Ag.Metodologi  Studi Islam .2004
·         http://kafeilmu.com/moral-menurut-pandangan-islam/ diakses pada tanggal 12 November 2014.
·         http://goenable.wordpress.com/tag/pendidikan-moral-menurut-pandangan-islam/ diakses pada tanggal 12 November 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar